Berita Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.
Seorang Pemuda Asyik Duduk Santai, Diduga Sedang Menunggu Pembeli Obat Tramadol

By On Kamis, Desember 25, 2025


BANDUNG, DudukPerkara.News - Tampak seorang laki-laki duduk santai sedang menunggu pembeli obat daftar g di depan warung yang tutup, tepatnya di Jl. Soekarno-Hatta No.448, Batununggal, Kec. Bandung Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat.

Meskipun ancaman hukuman pidananya cukup tinggi bagi para penjualnya, namun hal itu tidak membuat rasa takut mafia obat keras golongan G tersebut untuk melancarkan aksi ilegalnya.

Keberadaan toko tersebut diduga dapat menjadi ancaman serius yang berdampak meresahkan bagi masyarakat, terutama di kalangan generasi muda yang sangat rentan terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Saat salah seorang pembeli kepada awak media ini mengaku bahwa dirinya membeli Tramadol di toko tersebut.

"Saya beli tiga butir obat Tramadol seharga Rp 30 ribu," ucap seorang pembeli berinisial R, Rabu, 24 Desember 2025.

Sementara itu, Satresnarkoba Polrestabes Bandung  sempat mendatangi lokasi yang diinformasikan mengedarkan obat terlarang. Namun, Setibanya di lokasi, warung tersebut dalam keadaan tutup, tidak ada aktivitas.

Seperti diketahui, Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2008, Pasal 196 disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat atau mutu sebagaimana di maksud dalam pasal 98 ayat (2) dan (3), di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1miliar.

Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 197 Jo pasal 106 ayat (1) Undang-Undang No 36 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, dan juga Pasal 62 ayat (1) Jo pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman 5 Taun penjara dan denda hingga Rp 2 miliar. (*/red)

Modus Kios Tutup, Ternyata Jual Obat Terlarang: Warga Desak Kapolrestabes Bandung Segera Menindak

By On Rabu, Desember 24, 2025


KOTA BANDUNG, DudukPerkara.News – Warga Karang Bandung Kidul kembali diresahkan oleh keberadaan penjual obat-obatan terlarang jenis tramadol dan hexymer dengan modus kios tampak tutup, tepatnya di Jalan Terusan Buahbatu No. 142, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, 24 Desember 2025.

Awak media menerima laporan dari warga yang merasa khawatir dengan penjualan obat-obatan tersebut. Warga mengungkapkan keheranan mereka melihat banyak anak muda membeli dan mengonsumsi obat di lokasi yang berkamuflase seperti kios tutup.

“Saya heran kios tutup tersebut selalu rame anak muda, tapi yang dibeli atau yang dibawa bukan jajanan, seperti obat. Soalnya banyak juga yang saya lihat anak muda beli dan langsung dikonsumsi lokasi itu,” ungkap warga sekitar.

Menanggapi laporan tersebut, awak media langsung melakukan investigasi ke beberapa lokasi, dan di lokasi itu tampak dalam keadaan tutup. Namun, banyak di datangi anak remaja.

Awak media mengamati toko di wilayah hukum Polsek Bandung Kidul, tepatnya Jalan Terusan Buahbatu No.142, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat. 

Di lokasi tersebut awak media menemukan bahwa tidak ada satu pun pembeli yang membeli alat kosmetik, kemudian mencoba membeli obat tramadol di salah satu toko dengan uang Rp 100.000 dan mendapatkan 10 butir obat tramadol dengan kembalian Rp.10.000

Saat ditanya mengenai jenis obat yang dijual, penjaga kios mengaku menjual obat jenis tramadol dan hexymer.

Warga berharap pihak Kepolisian, khususnya Polrestabes Bandung segera bertindak tegas atas keberadaan tempat  yang menjual obat terlarang jenis tramadol dan hexymer. 

“Saya mohon disampaikan kepada aparat Kepolisian, khusus Kapolsek Bandung Kidul, dan Kapolrestabes Bandung, untuk segera bertindak tegas atas adanya kios yang berjualan obat-obatan jenis tramadol dan hexymer,” ujar salah seorang warga.

“Kami sebagai masyarakat merasa resah dan takut atas bebasnya penjualan obat-obatan di wilayah kami,” tambahnya.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum terkait peredaran obat-obatan terlarang.

Penjualan obat-obatan terlarang secara bebas dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, khususnya bagi para remaja yang rentan terhadap penyalahgunaan obat.

Pihak Kepolisian diharapkan segera menindaklanjuti temuan ini dan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan peredaran obat-obatan terlarang di wilayah hukum Polsek Bandung Kidul, Polrestabes Bandung. (red/tim)

KPK OTT di Bekasi, 10 Orang Diamankan

By On Jumat, Desember 19, 2025

Gedung KPK. 

JAKARTA, DudukPerkara.News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Jabar), Kamis, 18 Desember 2025. 

Operasi senyap itu dibenarkan Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo. Budi menyebut, penyelidikan tertutup masih berlangsung di lapangan.

"Benar, sedang ada kegiatan penyelidikan tertutup di lapangan. Masih berprogres," ujar Budi dalam keterangannya, Kamis, 18 Desember 2025.

Budi tidak menjelaskan lebih jauh terkait perkara ini. Namun, sejauh ini setidaknya penyidik KPK telah menangkap 10 orang.

"Sampai dengan saat ini, tim sudah mengamankan sekitar 10 orang," ujarnya.

KPK mempunyai waktu 1x24 jam untuk mengumumkan status hukum dari pihak-pihak yang ditangkap.

Diketahui, di waktu yang sama Ruang Kerja Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang yang berlokasi di Kompleks Pemerintah Kabupaten Bekasi memang sudah disegel. Segel itu bertuliskan logo dan lambang lembaga antirasuah KPK. (*/red)

Polri Pecat Dua Polisi Pengeroyok Mata Elang di Kalibata, Empat Didemosi

By On Kamis, Desember 18, 2025

Ditreskrimum Polda Metro Jaya saat menggelar jumpa pers pengungkapan kasus pengeroyokan mata elang di Pancoran Jakarta Selatan, Jumat, 12 Desember 2025. 

JAKARTA, DudukPerkara.News - Polri telah menggelar Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap enam anggota Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri terlibat pengeroyokan terhadap debt collector atau matel di Kalibata, Jakarta Selatan.

Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Erdi A Chaniago menyebutkan, keenam anggota dinyatakan melakukan pelanggaran dalam kasus itu.

Keenam pelanggar itu, di antaranya Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AMZ.

Peristiwa pengeroyokan itu terjadi pada Kamis, 11 Desember 2025, pukul 15.45 WIB, di area parkir depan TMP Kalibata.

"Menjatuhkan sanksi berupa etika yaitu perilaku terlanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," ujar Erdi kepada wartawan, Rabu, 17 Desember 2025.

Polri menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap dua anggota Yanma, yaiu Brigadir IAM dan Bripda AMZ. Kedua pelanggar menyatakan banding.

"Diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," ujar Edi.

Erdi menjelaskan, Bripda AMZ merupakan pemilik kendaraan NMAX hitam yang dicegat dan diberhentikan debt collector dan kemudian menginformasikan ke Brigadir IAM. Menerima informasi, Brigadir IAM lantas mengajak empat orang lain ke lokasi yang dikirim Bripda AMZ.

Sedangkan empat lainnya, yaitu Bripda BN, Bripda JLA, Bripda RGW, dan Bripda IAB, dijatuhi sanksi demosi. Keempat anggota itu berperan mengikuti ajakan senior dan turut melakukan pengeroyokan untuk menolong Bripda AMZ yang diberhentikan matel.

"Diputuskan mutasi bersifat demosi selama lima tahun," ujarnya.

Adapun sidang KKEP digelar sejak pukul 08.00 WIB tadi di Gedung Divisi Propam Mabes Polri. Sidang digelar secara tertutup dari awak media.

Kasus pengeroyokan ini bermula saat Polsek Pancoran menerima laporan pengeroyokan dari dua orang pria. Korban yang dikeroyok adalah dua debt collector atau mata elang (matel).

Saat tiba di lokasi, Polisi menemukan satu korban dalam keadaan meninggal dunia dan satu korban lainnya meninggal saat di rumah sakit. Polisi kemudian langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan.

Hasil pengusutan Polisi itu kemudian mengungkap adanya enam terduga pelaku pengeroyokan. Para terduga pelaku diketahui merupakan anggota Polri yang berdinas di Mabes Polri.

"Ada pun keenam tersangka tersebut merupakan anggota dari satuan pelayan markas di Mabes Polri," ujar Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, 12 Desember 2025. (*/red)

Oknum Kanit di Cicendo Diduga Langgar Pasal 108 dan Perkap No.2 Tahun 2024

By On Rabu, Desember 17, 2025


BANDUNG, DudukPerkara.News – Dugaan pelanggaran prosedur penanganan laporan peredaran obat terlarang terjadi di Kota Bandung. 

Sebuah warung di Jl. Gn. Batu No. 71, Suka Raja depan, SPBU, Kecamatan Cicendo Barat, tepatnya di seberang Stasiun Cepat Padalarang, diduga menjual obat-obatan daftar G, Tramadol dan Hexymer, tanpa resep dokter. 

Laporan ini dibenarkan oleh pimpinan redaksi media online berinisial A. 

A mengungkapkan temuannya kepada salah satu oknum Kapolsek di wilayah tersebut.

Menurut informasi yang dihimpun dari seorang pembeli, Tramadol dijual seharga Rp 50 ribu per lima butir. 

Penjaga toko mengakui penjualan obat-obatan daftar G tersebut, dengan omset harian mencapai Rp 2 juta . Toko tersebut konon milik bos berinisial E.

Menanggapi laporan tersebut, oknum Kapolsek melalui pesan WhatsApp membenarkan adanya lokasi  penjualan obat daftar G di toko tersebut. Namun, ia menyatakan bahwa Lokasi tersebut sudah lama tutup.

"Terima kasih infonya, sudah saya cek warung sudah lama tutup," kata Kapolsek Padalararang saat di konfirmasi melakui WhatsApp, Minggu, 15 Desember 2025.

Pada Selasa 16 Desember 2025, pukul 19:49:27 WIB, tim kembali mendatangi lokasi tersebut, dan ternyata warung tersebut makin ramai.

Ketika diinfokan serta ditunggu di lokasi tidak ada tindakan. Sikap oknum Kanit Reskrim Polsek Cicendo diduga melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) No. 2 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (Dumas) dan Perkap No.2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat (Waskat) di lingkungan Polri serta Pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang mengatur hak masyarakat untuk melaporkan tindak pidana.

Peredaran obat daftar G tanpa resep dokter sangat berbahaya, dengan efek samping berupa kecanduan berat, kerusakan otak, serangan jantung, hingga kematian.

Hal ini juga berdampak buruk pada generasi muda. Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2008 mengancam produsen dan pengedar obat yang tidak memenuhi standar dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 1 miliar. (*/red)

Kasus Pemerasan Bersama-sama di Kawasan Pancatama Cikande, Terpidana Nanang Nasrulloh Divonis Tiga Tahun Penjara

By On Rabu, Desember 17, 2025


SERANG, DudukPerkara.News - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang menjatuhkan vonis bersalah kepada Terdakwa Nanang Nasrulloh dan diganjar hukuman selama tiga tahun penjara.

Sedangkan delapan terdakwa, di antaranya Tobri, Joko Supandi, Saprudin, Ismanto, Regi Andi Setiabudiawan, Suherman, Rohmatulloh, Supriyadi, yang ikut terlibat dan melakukan pemerasan bersama-sama di Kawasan Pancatama Cikande diganjar dua tahun enam bulan penjara, Selasa, 16 Desember 2025.

Dalam putusannya, Hakim Ketua menyatakan, Nanang Nasrulloh terbukti melanggar bersalah secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana bersama sama dengan dan atau keterangan untuk melakukan pemerasan sebagaimana Pasal 368 Ayat 1 KUHP, Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP, Jo Pasal 56 Ayat 1 KUHP dalam dakwaan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya melakukan penuntutan pidana penjara selama empat tahun kepada Terdakwa Nanang Nasrulloh.

Putusan yang dibacakan Majelis Hakim, terungkap penghasilan pemerasan bersama sama yang dilakukan Nanang Nasrulloh dkk tersebut, sekitar Rp 80 juta - Rp 100 juta per bulan. (*/red)

KPK Periksa Makelar Kasus Zarof Ricar Terkait Dugaan TPPU Hasbi Hasan

By On Rabu, Desember 17, 2025

Mantan Pejabat MA Zarof Ricar. 

JAKARTA, DudukPerkara.News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, pada Senin, 15 Desember 2024.

Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo mengatakan, Zarof dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Sekretaris MA Hasbi Hasan.

"Benar, hari ini Senin, KPK menjadwalkan pemanggilan pemeriksaan terhadap saudara ZR (Zarof Ricar) Mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA, dalam kapasitas sebagai saksi, pada penyidikan perkara dugaan tipikor/TPPU terkait pengurusan perkara di MA," ujar Budi dalam keterangannya.

Meski demikian, Budi belum menjelaskan keterkaitan Zarof Ricar dalam perkara yang menjerat Hasbi Hasan. KPK biasanya memberikan keterangan setelah saksi diperiksa penyidik.

Diketahui, Zarof Ricar dikenal sebagai makelar kasus.

Pada 12 November 2025, MA menolak kasasi Zarof Ricar atas putusan banding dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara Ronald Tannur, terdakwa pembunuh Dini Sera Afriyanti.

"Amar putusan: Tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa," demikian tertulis dalam salinan putusan di laman resmi MA.

Dengan demikian, hukuman Zarof diperberat dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara pada tingkat banding.

Selain pidana badan, Majelis Hakim PT DKI Jakarta juga tetap menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

Sementara itu, barang bukti berupa uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang ditetapkan sebagai barang bukti tetap disita untuk negara.

Perbuatan Zarof dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Zarof dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo. (*/red)

KPK Sita Uang Tunai dan Dokumen Usai Geledah Rumah Plt Gubernur Riau

By On Rabu, Desember 17, 2025

Jubir KPK Budi Prasetyo. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah barang bukti terkait kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pempov) Riau.

Penyitaan dilakukan usai tim penyidik menggeledah rumah dinas Wakil Gubernur yang kini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau, SF. Hariyanto, pada Senin, 15 Desember 2025.

"Dalam penggeledahan hari ini, penyidik mengamankan beberapa dokumen yang berkaitan dengan perkara, yaitu dugaan tindak pemerasan terkait dengan penambahan anggaran di Dinas PUPR, di mana para UPT ini mendapatkan tambahan anggaran yang kemudian Gubernur selaku Kepala Daerah meminta jatah sejumlah anggaran sekitar 15-20 persen dari anggaran-anggaran yang akan digunakan untuk proyek di Dinas PUPR. Sehingga dokumen-dokumen yang diamankan di antaranya terkait dengan pokok perkara tersebut," ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo.

Selain itu, kata Budi, pihaknya juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai dalam beberapa mata uang.

"Penyidik juga mengamankan sejumlah uang di rumah pribadi milik Wakil Gubernur atau yang saat ini menjabat sebagai Plt Gubernur, diamankan sejumlah uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," ujarnya.

Namun Budi tidak menyebutkan jumlah pasti uang yang disita tersebut.

"Ini masih dihitung, ini baru diamankan. Diduga terkait dengan perkara," ujarnya.

Diketahui, KPK menggeledah rumah dinas Plt Gubernur Riau, SF. Hariyanto, pada Senin, 15 Desember 2025. Ia juga merupakan Wakil Gubernur Riau.

Penggeledahan itu terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid.

"Benar, tim sedang melakukan kegiatan penggeledahan di rumah dinas SFH, Plt Gubernur Riau," ujar Jubir KPK, Budi Prasetyo.

"Terkait penyidikan perkara dugaan tindak pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemprov Riau," imbuhnya.

Dalam kasus itu, KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid dan dua orang lainnya sebagai tersangka. Dua tersangka lainnya adalah M. Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau serta Dani M. Nursalam (DAN) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan di Riau, pada Senin, 03 November 2025.

Para tersangka disangkakan melanggar ketentuan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 huruf f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (*/red)

Advokat Basuki Serahkan Memori Banding di PN Serang, Menduga Ada Kekeliruan Putusan dan Jelaskan Keberadaan Pelaku Lain

By On Jumat, Desember 12, 2025


SERANG, DudukPerkara.News - Terdakwa Ahmad Albu Khori melalui kuasa hukumnya Advokat Basuki SH MH MM, mengajukan memori banding secara resmi yang diserahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang, pada Jumat, 12 Desember 2025, menduga adanya kekeliruan fatal dalam putusan hakim.

Peradilan Umum (Perdata dan Pidana): Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 663 K/Sip/1971 dan No. 3135 K/PDT/1983, pengajuan memori banding bukan syarat formil untuk mengajukan banding, namun merupakan hak bagi pemohon untuk memperkuat keberatannya.

Basuki mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan pengadilan yang dinilai mengabaikan fakta fakta saat proses sidang.

Basuki menyebut putusan dari Majelis Hakim PN Serang, seolah hanya menyalin isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanpa mempertimbangkan bukti krusial yang diajukan Penasehat Hukum Terdakwa.

Bukti lain tersebut adalah pengakuan dari seorang pria berinisial YM (34) mengaku sebagai pelaku sebenarnya. Basuki menceritakan ironi yang terjadi dalam proses hukum yang dialami kliennya.

YM mengaku sebagai pelaku tersebut sebenarnya sempat mendatangi SPKT Polda Banten untuk menyerahkan diri usai memberikan kesaksian di persidangan. 

Namun, niat penyerahan diri itu justru kandas. Basuki menyebut petugas Polisi Polda Banten menolak untuk memproses pengakuan YM tersebut dengan alasan harus menunggu putusan pengadilan.

Hal ini membuat posisi Terdakwa semakin terjepit hingga akhirnya divonis bersalah.

"Ironis memang, itu pelaku YM menyerahkan diri tapi tidak diterima. Petugas di Polda Banten menyampaikan menunggu putusan pengadilan. Pengadilan juga mengesampingkan fakta ini semuanya," jelas Basuki, kepada awak media.

Basuki menegaskan bahwa upaya banding ini bukan semata-mata membela klien secara membabi buta, melainkan untuk mendudukkan kebenaran. 

Basuki mempertanyakan logika hukum di mana seseorang yang sudah jelas-jelas mengaku sebagai pelaku justru dibiarkan bebas berkeliaran, sementara orang lain yang menyangkal mati-matian malah dihukum berat.

Basuki berharap PN Serang dapat memeriksa perkara ini dengan lebih jernih dan objektif.

"Enak enggak sih kalau kita curiga kepada seseorang, kemudian tiba-tiba orang lain nongol dan mengaku? Sebenarnya tinggal tindak lanjuti orang ini kan? Tapi ini jadi aneh dan unik," sindirnya.

Sebelumnya, Ahmad Albu Khori divonis 15 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim PN Serang.

Ahmad Albu Khori dituduh mencabuli anak kandungnya sendiri yang berusia enam tahun. (*/red) 

Terbukti Terima Suap, Tiga Hakim Divonis 11 Tahun Penjara

By On Sabtu, Desember 06, 2025

Hakim nonaktif Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom saat sidang dakwaan kasus suap vonis lepas korporasi CPO di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis, 21 Agustus 2025. 

JAKARTA, DudukPerkara.News - Tiga Hakim nonaktif yang memberikan vonis lepas pada tiga korporasi terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO, divonis 11 tahun penjara.

Mereka adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom. Ketiga hakim nonaktif ini diyakini telah melanggar Pasal 6 Ayat (2) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara," kata Hakim Ketua Effendi saat membacakan amar putusan dalam sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu, 03 Desember 2025.

Majelis Hakim menyatakan ketiganya terbukti menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas kepada tiga korporasi CPO.

Djuyamto terbukti menerima suap dari pihak korporasi kurang lebih senilai Rp 9,2 miliar. Selain itu, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom masing-masing dinyatakan terbukti menerima suap senilai Rp 6,4 miliar.

Karena terbukti menerima suap, ketiganya juga dihukum untuk mengembalikan uang suap ini kepada negara. 

"Perbuatan terdakwa telah mencoreng nama baik lembaga yudikatif sebagai benteng terakhir pencari keadilan di Republik Indonesia ini," ujar Effendi.

Hakim menyatakan, perbuatan para terdakwa ini menjadi hal yang memberatkan karena pimpinan Mahkamah Agung telah berulang kali mengingatkan bawahan untuk menjaga marwah institusi.

Terlebih, tindak pidana ini dilakukan saat para terdakwa menjabat sebagai aparat penegak hukum yang mengadili perkara. Namun, mereka justru melakukan korupsi. 

Majelis Hakim juga menilai, penerimaan suap ini karena keserakahan para terdakwa, bukan kebutuhan.

"Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi ini bukan karena kebutuhan atau corruption by need, tapi karena keserakahan atau corruption by greed," tuturnya.

Sementara, untuk hal yang meringankan hukuman, ketiganya dinilai telah mengembalikan sebagian suap yang diterima mereka dan juga masih memiliki tanggungan keluarga.

Sebelumnya, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara.

Para terdakwa juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai total uang suap yang diterimanya.

Kasus Suap Hakim untuk Vonis Lepas Tiga korporasi

Perkara tiga korporasi CPO bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta pada tahun 2024. Sebelum berkas masuk ke pengadilan, sejumlah upaya pengamanan telah dilakukan.

Ariyanto Bakri selaku pengacara pihak korporasi menghubungi terdakwa sekaligus Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif, Wahyu Gunawan dengan maksud menanyakan apakah ada kenalan di PN Jakpus.

Wahyu mengaku mengenal dengan Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus. Atas permintaan Ariyanto, Wahyu pun mempertemukan Ariyanto dengan Arif Nuryanta.

Dalam perjalanannya, Ariyanto, Wahyu, dan Arif Nuryanta beberapa kali bertemu untuk membahas soal nasib perkara tiga korporasi CPO.

Berdasarkan perhitungan hakim, total uang suap yang diberikan Ariyanto kepada kelima terdakwa mencapai dua juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 39–40 miliar. Pemberian ini dilakukan dalam dua kali, yaitu pada Mei dan Oktober 2024.

Dalam surat dakwaan, kelima terdakwa menerima uang suap dengan jumlah yang berbeda. Arif Nuryanta menerima Rp 14,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,3 miliar.

Lalu, majelis hakim yang mengadili perkara, Djuyamto selaku ketua majelis menerima Rp 9,2 miliar; Ali dan Agam selaku hakim anggota, masing-masing menerima Rp 6,4 miliar.

Adapun pemberi suap yaitu pengacara Ariyanto, Junaidi Saibih, dan Marcella Santoso dan Muhammad Syafei sebagai kuasa perwakilan tiga korporasi tengah disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. (*/red)

Usut Kasus 'Jatah Preman' Abdul Wahid, KPK Panggil Petinggi Pemprov Riau

By On Sabtu, Desember 06, 2025

Jubir KPK, Budi Prasetyo. 

JAKARTA, DudukPerkara.News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Provinsi Riau, M Job Kurniawan.

Pemanggilan itu berkaitan dengan kasus 'jatah preman' atau dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid.

"Saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025," ujar Juru Bicara (Jubir) KPK,Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis, 04 Desember 2025.

Selain Job, ada tiga saksi lain yang dipanggil, yakni M. Taufiq Oesman Hamid selaku Kadis Perindustrian (Plt. Sekda), Yandharmadi selaku Kabiro Hukum (Plt. Inspektorat), dan Syarkawi yang merupakan ASN dinas PUPR.

"Pemeriksaan dilakukan di BPKP Provinsi Riau," ujarnya.

Kemarin, KPK juga telah memanggil ajudan Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid, Dahri Iskandar, Kabag Protokol Setda Pemprov Riau Raja Faisal Febnaldi, Kepala UPT Wilayah VI Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau Rio Andriadi Putra, dan pihak swasta Angga Wahyu Pratama.

Diketahui, kasus dugaan korupsi yang menjerat Abdul Wahid ini berkaitan dengan permintaan fee oleh Abdul Wahid terhadap bawahannya di UPT Dinas PUPR Riau. Fee tersebut terkait penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.

KPK menduga Abdul Wahid mengancam bawahannya jika tak menyetor duit yang dikenal sebagai 'jatah preman' senilai Rp 7 miliar tersebut. Setidaknya, ada tiga kali setoran fee jatah pada Juni, Agustus, dan November 2025.

KPK menduga uang itu akan digunakan Abdul Wahid saat melakukan lawatan ke luar negeri. Selain Abdul Wahid, KPK menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka dalam kasus ini. (*/red)

KPK Geledah Kantor Kontraktor Museum Reog Ponorogo, Sita Dokumen dan Barang Elektronik

By On Sabtu, November 29, 2025

Jubir KPK, Budi Prasetyo. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor PT Widya Satria di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), pada Rabu, 26 November 2025.

Dalam penggeledahan itu, KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE).

Penggeledahan tersebut dilakukan terkait dengan kasus suap yang menjerat mantan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.

“Sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik,” ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo, Kamis, 27 November 2025.

Namun Budi tidak menjelaskan secara detail proses penggeledahan dan langkah yang akan dilakukan penyidik usai menyita dokumen dan BBE tersebut.

Diketahui sebelumnya, KPK menggeledah kantor PT Widya Satria yang berlokasi di Surabaya, Jatim, pada Rabu, 26 November 2025.

Penggeledahan tersebut dilakukan terkait dengan kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. 

KPK menetapkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo, pada Jumat, 07 November 2025.

Tiga tersangka lainnya adalah Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo; Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo; dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.

Keempat tersangka itu terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Ponorogo, pada Jumat.

Dalam kasus itu, KPK menyatakan bahwa Sugiri menerima suap dari tersangka Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Harjono Ponorogo agar posisinya sebagai Direktur RSUD tidak diganti.

KPK menemukan tiga kali penyerahan uang dari Yunus kepada Sugiri, yakni pada Februari 2025 sebesar Rp 400 juta, periode April-Agustus 2025 Rp 325 juta, dan uang Rp 500 juta yang diserahkan melalui kerabat Sugiri pada November 2025.

KPK juga mengatakan, Sugiri menerima suap dalam paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo dengan menerima fee sebesar Rp 1,4 miliar dari Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono.

Selain itu, KPK menemukan bahwa Sugiri melakukan penerimaan lain atau gratifikasi sebesar Rp 225 juta selama periode 2023-2025 dari Yunus dan uang Rp 75 juta dari pihak swasta pada Oktober 2025.

KPK telah menahan para tersangka untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025, sampai dengan 27 November 2025 di Rutan cabang Merah Putih.

Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.

Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK. (*/red)

Polri Sebut Kelompok Teror Manfaatkan Medsos dan Game Online Rekrut Anak-Anak

By On Rabu, November 19, 2025

Densus 88 Polri saat menggelar Konferensi Pers di Mabes Polri, Selasa, 18 November 2025. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri membongkar jaringan terorisme yang merekrut anak-anak. Ada ratusan anak direkrut oleh jaringan ini lewat game online.

Dalam pengungkapan kasus ini, Densus 88 telah menangkap lima orang tersangka. Mereka ditangkap dalam setahun.

“Dalam setahun ini ada lima tersangka (dewasa) yang sudah diamankan oleh Densus 88,” ujar Juru Bicara Densus 88 Antiteror, AKBP Mayndra Eka Wardhana saat Konferensi Pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 18 November 2025.

Kelima tersangka, kata Mayndra, ditangkap lewat tiga kali pengungkapan sejak akhir 2024 hingga November 2025.

Terdapat lebih dari 110 anak dan pelajar yang teridentifikasi perekrutan oleh para tersangka.

“Pada tahun ini, di tahun 2025 sendiri, seperti kurang lebih lebih dari 110 (anak dan pelajar yang saat ini sedang teridentifikasi),” ujarnya.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menyebutkan, kelima tersangka berperan sebagai perekrut dan pengendali komunikasi kelompok melalui media sosial.

“Atas peranannya merekrut dan memengaruhi anak-anak tersebut supaya menjadi radikal, bergabung dengan kelompok terorisme dan melakukan aksi teror,” ujar Trunoyudo.

Kelima tersangka itu, di antaranya berinisial FW alias YT (47), LM (23), PP alias BMS (37), MSPO (18), dan JJS alias BS (19).

Terpapar Terorisme

Mayndra menyebutkan, ada 17 anak yang diamankan karena terpapar jaringan teror sepanjang 2011-2017. Namun, pada 2025, jumlah itu naik signifikan.

“Densus 88 menyimpulkan bahwa ada tren yang tidak biasa dari tahun ke tahun, di mana pada tahun 2011-2017 itu Densus 88 mengamankan kurang lebih 17 anak dan ini dilakukan berbagai tindakan, tidak hanya penegakan hukum tetapi juga ada proses pembinaan,” kata Mayndra.

“Namun, pada tahun ini, di tahun 2025 sendiri, seperti tadi disampaikan kurang lebih lebih ada 110 yang saat ini sedang teridentifikasi. Jadi artinya kita bisa sama-sama menyimpulkan bahwa ada proses yang sangat masif sekali rekrutmen yang dilakukan melalui media daring,” imbuhnya.

Direkrut Lewat Medsos dan Game Online

Dia mengatakan, korban dan pelaku hanya berinteraksi secara online dan tak saling. Densus mencatat ada setidaknya 110 anak berusia 10-18 tahun yang diduga telah terekrut jaringan terorisme.

Para korban berasal dari 23 provinsi di Tanah Air, mayoritas dari Jawa Barat dan DKI Jakarta.

“Tadi totalnya ada 23 Provinsi yang di dalam Provinsi tersebut ada anak-anak yang terverifikasi oleh Densus 88. Tapi bukan berarti Provinsi lain aman karena memang penyelidikan masih akan terus dilakukan,” pungkasnya.

“Provinsi yang di dalamnya paling banyak terpapar anak terhadap paham ini adalah Provinsi Jawa Barat, kemudian Jakarta,” sambungnya.

Menurut Mayndra, propaganda awal biasanya disebar melalui platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan Game Online.

“Jadi, tentunya yang di platform umum ini akan menyebarkan dulu visi-visi utopia yang mungkin bagi anak-anak itu bisa mewadahi fantasi mereka sehingga mereka tertarik,” tuturnya.

“Seperti tadi disebutkan oleh Pak Dirjen dari Komdigi, ada beberapa kegiatan yang dilakukan anak-anak kita ini ya, bermain game online. Nah di situ mereka juga ada sarana komunikasi chat, gitu ya. Ketika di sana terbentuk sebuah komunikasi, lalu mereka dimasukkan kembali ke dalam grup yang lebih khusus, yang lebih terenkripsi, yang lebih tidak bisa terakses oleh umum,” imbuhnya.

Dihimpun dalam Satu Platform

Kemudian target yang dianggap potensial dihimpun melalui platform yang lebih khusus, seperti WhatsApp hingga Telegram.

“Dari awal memang tidak langsung menuju kepada ideologi terorisme, tetapi anak-anak dibikin tertarik dulu, kemudian mengikuti grup, kemudian diarahkan kepada grup yang lebih privat, grup yang lebih kecil, dikelola oleh admin ini ya. Di situlah proses-proses indoktrinasi berlangsung,” ujar Mayndra.

Dia memastikan, anak-anak yang diidentifikasi sebagai korban ditangani bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Kementerian Sosial, hingga berbagai pemangku kepentingan lainnya.

Pemain Lama

Mayndra juga mengungkap para pelaku merupakan pemain lama. Sebab, ada yang pernah menjalani proses hukum.

“Dalam penegakan hukum ini, dua kategori ini ada ya. Pertama, pemain lama yang juga mencoba merekrut anak-anak kembali ya, dia sudah menjalani proses hukum, kemudian setelah lepas dia coba lagi merekrut beberapa anak,” ujarnya.

“Kemudian, Densus mengembangkan sampai dengan saat ini kita mendapati empat pelaku baru lainnya,” imbuhnya.

Dia juga mengatakan, pemain lama itu tergabung dengan jaringan Ansharut Daulah. Jaringan itu berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

“Jadi untuk pemain lama yang ditangkap pertama kali oleh Densus 88, diketahui jaringannya berasal dari jaringan ISIS atau Ansharut Daulah,” pungkasnya.

Para tersangka, kata dia, menggunakan media sosial hingga game online untuk menarik perhatian anak-anak. Mereka diduga menggunakan latar belakang agama untuk mendoktrin anak dengan paham terorisme.

“Mungkin kalau di dalam jaringan terorisme ini dengan menggunakan latar belakang ideologi kanan atau agama. Mungkin ada pertanyaan seperti ini ya, 'Manakah yang lebih baik antara Pancasila dengan kitab suci?' gitu salah satu jebakan pertama,” jelasnya.

Kerentanan Anak

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, kerentanan anak terpapar paham radikal dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya bullying dan masalah keluarga.

“Dari hasil asesmen kerentanan anak dipengaruhi oleh sejumlah faktor sosial, di antaranya adalah bullying dalam status sosial broken home dalam keluarga,” kata Trunoyudo

“Kemudian, kurang perhatian keluarga, pencarian identitas jati diri, marginalisasi sosial, serta minimnya kemampuan literasi digital dan pemahaman agama,” sambungnya. (*/red)

Mantan Sekretaris MA Nurhadi Didakwa Terima Gratifikasi Rp 137 Miliar dan Pencucian Uang Rp 307 Miliar

By On Rabu, November 19, 2025

Mantan Sekretaris MA, Nurhadi. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi didakwa telah menerima gratifikasi senilai Rp 137,1 miliar dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 307,2 miliar.

“Terdakwa Nurhadi selaku Sekretaris Mahkamah Agung Tahun 2012-2016 telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi, yaitu menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp 137.159.183.940,00,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rony Yusuf saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, 18 November 2025.

Jaksa mengatakan, penerimaan ini berlawanan dengan jabatan dan tugasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penerimaan itu disebutkan terjadi sekitar Tahun 2013-2019.

Uang haram itu diduga didapat dari sejumlah pihak yang berperkara, terutama untuk kasus perdata.

Angka Rp 137,1 miliar ini merupakan temuan baru dari tindak pidana awal yang sudah diputus pada Tahun 2021 lalu.

Pada vonis lalu, Nurhadi terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.

Nurhadi juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

Jika dijumlahkan, total suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi mencapai Rp 186,5 miliar.

Atas gratifikasi ini, Nurhadi disebutkan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Selain gratifikasi, Nurhadi juga didakwa melakukan TPPU senilai Rp 307,2 miliar.

“Terdakwa Nurhadi melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yaitu menempatkan uang seluruhnya berjumlah Rp 307.260.571.463,00,” kata Jaksa.

Uang ini sebagian digunakan untuk membeli tanah dan bangunan senilai Rp 138,5 miliar.

Sebagian tanah ini merupakan lahan kebun sawit di beberapa wilayah, termasuk di Sumatera Utara.

Atas TPPU yang dilakukannya, Nurhadi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, pada kasus suap pertama, Nurhadi sudah divonis selama enam tahun penjara.

Ia juga telah menjalani hukumannya sebelum kembali ditangkap untuk dugaan TPPU. (*/red)

Kasasi Ditolak MA, “Makelar Kasus” Zarof Ricar Segera Dijebloskan ke Penjara

By On Selasa, November 18, 2025

Zarof Ricar. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Mahkamah Agung (MA) menolak Kasasi mantan pejabat MA, Zarof Ricar. Hukuman penjara 18 tahun dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara yang menjeratnya kini berkekuatan hukum tetap.

Pada 12 November 2025, Majelis Hakim MA yang dipimpin Yohanes Priyana, dengan Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono sebagai Hakim anggota, menolak Kasasi yang diajukan oleh Zarof.

“Amar putusan: Tolak Kasasi penuntut umum dan terdakwa,” demikian tertulis dalam salinan putusan di laman resmi MA.

Diketahui, Zarof Ricar mengajukan kasasi terhadap putusan banding yang dijatuhkan kepadanya dalam kasus suap dan gratifikasi untuk penanganan perkara terdakwa pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.

Setelah adanya putusan Kasasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan segera mengeksekusi Zarof.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna mengatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakarta Selatan hanya tinggal menunggu salinan putusan Kasasi turun untuk menindaklanjuti proses eksekusi.

“Yang jelas JPU Kejari Jakarta Selatan akan segera melaksanakan eksekusi setelah mendapatkan salinan putusan kasasi,” ujar Anang.

Menurut Anang, putusan Kasasi yang baru diterima pada Jumat kemarin berisi penolakan terhadap kasasi dari penuntut umum maupun dari pihak terdakwa.

Dengan demikian, hukuman Zarof Ricar tetap 18 tahun, sama seperti putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

“Di mana perkara ini sebelumnya putus di Pengadilan Tipikor 16 tahun. Putus 18 tahun di PT (Pengadilan Tinggi). Putus 18 tahun di tingkat kasasi," ujar Anang.

“Kasasinya baru turun hari ini, isinya menolak kasasi PU dan terdakwa. Akan kita eksekusi begitu petikan putusan diterima,” tambahnya.

Zarof Ricar adalah mantan pejabat di Mahkamah Agung (MA) yang terlibat dalam beberapa kasus suap, gratifikasi, dan pemufakatan jahat terkait penanganan perkara (makelar kasus).

Dia telah divonis 18 tahun penjara, dan kasasinya baru-baru ini ditolak oleh MA.

Zarof Ricar terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk memengaruhi putusan Kasasi dalam perkara kematian Dini Sera Afriyanti.

Selain itu, ia juga terbukti menerima gratifikasi dalam jumlah yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp 920 miliar dan 51 kg emas, selama periode 2012 hingga 2022. (*/red)

Polisi Ringkus 17 Pelaku Curanmor di Tangerang, 21 Motor Disita

By On Kamis, November 13, 2025

Polres Metro Tangerang Kota menangkap 17 tersangka Curanmor yang terlibat di 159 TKP. 

TANGERANG, DudukPerkara.News – Polres Metro Tangerang Kota menangkap 17 tersangka pencurian kendaraan bermotor (Curanmor).

Ke-17 tersangka itu telah mencuri motor di 159 Tempat Kejadian Perkara (TKP).

“Dari hasil pemeriksaan, para tersangka terlibat dalam 159 TKP Curanmor di wilayah hukum Polres Metro Tangerang Kota,” ujar Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Raden Muhammad Jauhari, Selasa, 11 November 2025.

Para tersangka jaringan pelaku Curanmor itu diungkap selama periode Oktober 2025. Mereka memiliki peran berbeda-beda.

“Mereka beraksi secara acak dan berpindah-pindah lokasi menggunakan kunci leter T yang telah disiapkan sebelumnya,” ujarnya.

Berdasarkan hasil penyelidikan, 17 tersangka memiliki peran berbeda, yaitu 10 orang pemetik, enam orang joki, dan satu orang penadah hasil curian.

Sebanyak 42 TKP kasus curanmor tersebut ditangani Unit 3 Ranmor Satreskrim Polres Metro Tangerang Kota, 22 TKP ditangani Polsek Karawaci, 92 TKP ditangani Polsek Jatiuwung, dan tiga TKP ditangani Polsek Ciledug.

Dari 17 tersangka yang diamankan terdapat lima orang residivis kasus yang sama.

Dari tangan para pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti, berupa tiga unit mobil pikap untuk mengangkut motor hasil curian, 21 unit motor, satu bilah senjata tajam, tujuh kunci leter T/L/Y, 35 mata kunci palsu, lima unit HP, satu rekaman CCTV, empat lembar STNK, dan satu senjata api mainan. (*/red)

Polisi Bongkar Sindikat Pengedar Vape Obat Keras Senilai Rp 42,5 Miliar

By On Kamis, November 13, 2025

Polisi bongkar sindikat pengedar Vape Obat Keras. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Polresta Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) berhasil menangkap dua warga Malaysia dan dua warga Indonesia pengedar ribuan cartridge vape berisi obat keras etomidate dengan nilai puluhan miliar rupiah.

Diketahui, sindikat itu diotaki seseorang yang berada di luar negeri.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan, pelaku merupakan satu jaringan. Mereka diamankan dalam kurun berbeda.

“Waktu kejadian hari Minggu 19 Oktober 2025 itu mengamankan dua orang tersangka dengan inisial AS dan KH. KH ini adalah warga negara asing,” ujar Budi kepada wartawan saat Jumpa Pers di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Rabu, 12 November 2025.

Dari pengembangan itu, kata dia, pihaknya kemudian menangkap pelaku ketiga berinisial CW pada 2 November. Berselang dua hari kemudian, pihaknya berhasil menangkap SY.

“Adapun barang bukti dari 8.500 cartridge,” ujarnya.

Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Kombes Ronald Sipayung mengatakan, ribuan cartridge vape berisi zat berbahaya etomidate yang diamankan itu bernilai puluhan miliar rupiah. Satu cartridge bisa dibanderol Rp 5 juta.

“Kalau informasi yang kita dapat bahwa nilai atau harga pasar di pasaran adalah satu cartridge pod ini kurang lebih sekitar Rp 5 juta bahkan ada yang lebih dari Rp 5 juta. Artinya, kita berhasil menggagalkan barang yang dilarang ini untuk beredar di masyarakat kita bisa mencegah beredarnya nilai kerugian yang kurang lebih Rp 42,5 miliar,” ujar Ronald.

Menurutnya, keempat tersangka itu ditangkap dalam kurun berbeda. AS dan KH ditangkap 19 Oktober, kemudian CW ditangkap 2 November, dan SY pada 4 November.

“Penangkapan yang pertama pada 18 Oktober mengamankan tersangka pertama inisial AS. AS diamankan di daerah Ciledug dan dari tersangka ini diperoleh barang bukti sebanyak 960 cartridge pod yang mengandung etomidate,” jelasnya.

Pihaknya lalu melakukan pengembangan dari tersangka pertama. Pemeriksaan barang bukti digital dari pengembangan AS diketahui mendapatkan barang dari seorang lainnya berinisial KH.

“KH ini adalah warga negara asing kemudian setelah ditemukan dan diketahui keberadaan KH penyidik melakukan pengejaran ke tempat yang bersangkutan itu tepatnya di Mangga Dua. Jadi KH ini diamankan di salah satu pusat perbelanjaan elektronik kita tahu di pusat perbelanjaan itu khusus untuk menjual barang-barang elektronik,” tuturnya.

Kemudian, kata dia, dilakukan penggeledahan hingga menemukan gudang berisi cartridge pod yang disamarkan dalam kardus CPU.

“Di salah satu gudang penyidik menemukan sebanyak 5.000 cartridge pod di gudang atau tempat penyimpanan yang dimiliki oleh KH. Jadi ini menarik bahwa ternyata barang-barang ini itu disamarkan atau disembunyikan ke dalam kotak-kotak, seolah-olah itu adalah CPU dari PC perangkat komputer,” ujarnya.

Dari penangkapan itu, pihaknya mengetahui sumber barang-barang zat etimodate ini berasal dari seseorang yang sama.

Mereka mengidentifikasi orang tersebut merupakan Warga Negara Asing (WNA) yang saat ini berada di luar negeri.

“Kemudian berkembang kepada yang ketiga CW, kurang lebih 2.000 sekian. Dan yang terakhir adalah SY. Yang menarik adalah bahwa ternyata dari 4 orang ini semuanya barang cartridge pod mengandung etomidate ini berasal dari 1 orang, yaitu inisial B. Inisial B ini seorang warga negara asing,” ucapnya.

Para pelaku melanggar Pasal 435 subsider Pasal 436 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Mereka terancam 12 tahun bui dan denda Rp 5 miliar. (*/red)

KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Riau, Sita Dokumen Terkait Pergeseran Anggaran

By On Kamis, November 13, 2025

Jubir KPK, Budi Prasetyo. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Dinas PUPR Provinsi Riau.

Penggeledahan itu usai KPK menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid dan kawan-kawan sebagai tersangka.

“Hari Selasa (11/11), penyidik kembali melanjutkan giat penggeledahan di Dinas PUPR Provinsi Riau,” ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Rabu, 12 November 2025.

Diketahui sebelumnya KPK menggeledah Rumah Dinas Gubernur Riau pada Kamis, 06 November 2025. Penggeledahan itu setelah KPK menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

“Dalam penggeledahan tersebut, di antaranya penyidik menyita CCTV,” ujar Budi Prasetyo.

Selain itu, tim penyidik juga mengamankan sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik.

Namun Budi tidak merincikan apa saja dokumen dan barang bukti yang disita itu. Dalam perkara itu, KPK menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid dan dua orang lainnya sebagai tersangka.

Dua orang lainnya yang ditetapkan tersangka adalah, M. Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau dan Dani M. Nursalam (DAN) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.

Penetapan tersangka ini setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di Riau pada Senin, 03 November 2025.

Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/red)

Warga Serang Diduga Disekap Bersama Anaknya Sebagai Jaminan, Korban Ungkap Kronologinya

By On Rabu, November 12, 2025

Ilustrasi (Photo Sumber CNN)


SERANG, bbiterkini – Seorang perempuan berinisial E, bersama anaknya diduga menjadi korban penyekapan gara-gara utang suaminya. Dugaan penyekapan ini dilakukan pelaku karena E bersama anaknya dijadikan sebagai jaminan.


E yang merupakan korban, diduga disekap oleh perempuan I di kawasan Perumahan Mandala Citra Indah, Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Serang, Kota Serang.


Peristiwa naas ini, bermula dari persoalan utang piutang antara suami E dan perempuan berinisial I, dengan nilai mencapai Rp100 juta.


Kepada wartawan, E menceritakan kronologi yang menimpa dirinya bersama anaknya usai melaporkan kejadian ini ke Polresta Serang Kota pada Selasa (11/11/2025).


Bermula pada malam Sabtu (8/11) petang, korban E didatangi oleh terduga pelaku penyekapan I yang mencari suaminya. Kedatangan I mencari keberadaan suami E, hendak menanyakan persoalan bisnis. 


"Habis magrib ada perempuan, nanyain suami saya, katanya ada urusan bisnis limbah sama bata. Katanya perbulan bagi hasil, untuk bata Rp 5,7 juta/bulan, kalau limbah Rp 1,7 juta/minggu," ujarnya lirih, Selasa (11/11) malam.


Korban E yang merupakan warga Desa Ragas Masigit, Kabupaten Serang, mengungkapkan kedatangan I hendak menagih komisinya yang belum ditransfer hasil bisnis limbah dan bata.


"I bilang ada bisnis, saya gak mengetahui sama sekali, tapi dia (suami E) transaksi atas nama rekening inisial saya," ungkapnya.


E sempat menghubungi suaminya melalui telpon hendak menanyakan kebenaran soal hubungan bisnis dengan I, namun nomor yang bersangkutan tak kunjung aktif.


"Ngotot aja, si perempuan I itu dia ga mau pulang, nungguin suami saya pulang aja, akhirnya I nginep. Sedangkan suami saya berangkat dari jam 10 pagi, tidak tahu kemana dan nomornya dinonaktifkan pasca saya menghubungi," kata E terbata-bata. 


Kemudian usai menginap, suami E yang ditunggu I tak kunjung datang jua. Walhasil E dibawa bersama anaknya yang berumur 3 tahun ke rumah I. Keduanya diduga disekap guna dijadikan jaminan.


"Saya disekap satu malam. I sempat nelpon saudaranya, ngasih tau kalau saya ada di rumah I. Terus kan telpon di speaker, saya dengar tahan aja dulu untuk jaminan, terusnya I mendesak saya agar tidak pulang dengan paksaan," bebernya.


"Ada ancaman, kalau misalkan saya pulang atau kabur, saya bakal dipenjara karena (transaksi bisnis limbah dan batu bara) atas nama saya," sambungnya.


E melanjutkan, dirinya sempat meminta izin pulang karena sang ibunda tengah sakit, ditambah sang anak berusia 3 tahun juga dalam kondisi tak sehat.


E diizinkan pulang, hanya saja I memaksa E untuk menggadaikan hp anaknya. Berangkatlah keduanya ke pegadaian menggadaikan hp anaknya E. 


"Dipaksa digadaikan, dapat Rp 700 ribu, bersih Rp 610 ribu, semuanya diambil oleh I. Lalu saya pulang, dari Pakupatan sampai Selikur itu saya pakai ongkos sendiri," tuturnya.


E mengaku trauma atas kejadian dugaan penyekapan bersama anaknya yang dilakukan I hingga saat ini. Bahkan, anaknya masih sakit imbas dugaan kejadian ini.


"Saya jelas trauma, saya juga masih diteror sama I, dia bilang sebelum suami saya ketemu. Saya meminta aparat penegak hukum untuk segera memproses laporan saya," tutupnya.(*/red)

Wanita di Kabupaten Serang Disekap Gara-gara Hutang Suami

By On Senin, November 10, 2025

E Korban Penyekapan i di perumahan Mandala Citra Indah 


Serang, DudukPerkara.Com – Perempuan berinisial E dan anaknya diduga menjadi korban penyekapan. Aksi penyekapan dilakukan di sebuah rumah di Jalan Raya Ayib Usman, Perumahan Mandala Citra Indah, Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten.


Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, penyekapan ini dilakukan oleh perempuan inisial i dan dilatarbelakangi oleh masalah utang piutang dengan suaminya yang disebut nominalnya sebesar Rp100 juta. i sebelumnya sudah mendatangi perempuan E di kediamannya di Desa Ragas Masigit Kabupaten Serang, pada Minggu 09 November 2025.


Saat itu, E Pun tidak mengetahui kalau suaminya adanya sangkutan dengan i, iya juga membenarkan bahwa suaminya menggunakan nomor rekening miliknya yg di gunakan oleh suaminya untuk transaksi.


“Adapun permasalahan suami saya dengan i saya tidak tahu menahu untuk apa dan di pergunakan untuk apa karena selama ini suami tidak pernah berbicara apapun terkait hal itu, memang betul itu nomor rekening milik saya, tapi saya tidak tahu kalau digunakan untuk transaksi kepada si i” ungkap E kepada awak media, Senin 10 November 2025.


Iya juga menjelaskan, bahwa dirinya di jemput oleh inisial i dari rumah menuju ke perumahan Mandala Citra indah yang berada di kota serang, tujuan dari penjemputan E ini berdalih agar sang suami menjemput dan keluar dari persembunyianya.


” Iya saya di jemput dari rumah menuju kerumahnya i iya berdalih bahwa suami saya agar keluar dari persembunyianya,” ujar E.


Pada saat ia sesampainya di rumah i iya di tekan agar sang suami menjemput dirinya dan di ancam tidak boleh pulang oleh i. Sedangkan ibu dari orang tua korban sedang sakit waktu penjemputan E dirumah kediamannya.


”Saya sudah meminta pulang kerumah kepada i namun i membantah agar tidak pulang supaya sang suaminya keluar dan datang kerumah i, tak hanya disitu sayapun di ancam saat meminta pulang karena ibu saya sedang sakit namun i menolak dan tetap menekan saya agar tidak pergi dari rumah i mau beberapa hari atau berapa bulan kata i,” kata E.


E juga menjelaskan bahwa iya juga di tekan untuk menggadaikan hp milik anaknya guna membayarkan hutang suaminya kepada i.


”hp anak saya di gadaikan pak di suruh i buat bayar hutang, padahal saya sama sekali tidak tau permasalahanya apa tiba-tiba saya di tekan untuk menggadaikan, namun dengang paksaan i saya gadaikan hp milik anak saya sebesar Rp 700 ribu dan uang tersebut di ambil oleh i,” tuturnya.


Dengan adanya kejadian tersebut E korban penyekapan tidak akan tinggal diam dan akan melaporkan ke pihak berwajib.


”Saya akan laporkan ke pihak berwajib terkait saya di sekap di rumah i dan di ancam tidak boleh pulang dari rumahnya,” ujarnya.


Di tempat yang sama ibu dari orang tua korban saat di konfirmasi dirinya merasa khawatir dan cemas saat anaknya tak kunjung pulang sehari semalam.


”Khawatir saya pak anak saya tidak pulang-pulang waktu itu iya di jemput dari pagi sampai malam tidak pulang-pulang saya cemas takut anak saya kenapa-napa,mana saya sedang sakit,”pilunya.(*/red)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *