Berita Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.
KPK OTT di Riau, Gubernur Abdul Wahid Dikabarkan Ikut Ditangkap

By On Rabu, November 05, 2025

Gubernur Riau, Abdul Wahid.  

JAKARTA, DudukPerkara.News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Riau pada Senin, 03 November 2025.

Dalam operasi senyap tersebut, salah satu pihak yang tertangkap adalah Gubernur Riau, Abdul Wahid. 

Hal itu dikonfirmasi Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto.

“Salah satunya (yang ditangkap Gubernur Riau Abdul Wahid),” ujar Fitroh.

Namun Fitroh belum menjelaskan lebih jauh terkait operasi senyap tersebut. Termasuk kontruksi perkara terkait OTT yang dimaksud. 

KPK pun memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang tertangkap dalam operasi senyap tersebut.

Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo mengatakan KPK menangkap 10 orang dalam OTT ini.

“Benar, ada kegiatan tangkap tangan yang KPK lakukan di wilayah Provinsi Riau. Saat ini, atau sampai dengan saat ini, ada sekitar sejumlah 10 orang yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan,” ujar Budi.

Saat ini, kata Budi, Tim KPK masih berada di lapangan. Dia memastikan akan memberikan informasi terbaru terkait operasi senyap.

“Tim masih di lapangan dan masih terus berprogres, jadi nanti kita akan terus update perkembangannya,” ujarnya.

Gubernur Riau Abdul Wahid

Abdul Wahid lahir pada 21 November 1980 di Desa Belaras (kini Desa Cahaya Baru, Dusun Anak Peria, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau).

Ia menempuh pendidikan dasar hingga Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Desa Simbar, Kabupaten Indragiri Hilir.

Setelah itu, ia sempat bersekolah di MAN 1 Tembilahan, kemudian melanjutkan pendidikan ke Pesantren Ashabul Yamin di Lasi Tuo, Kecamatan Ampek Angkek Canduang, Sumatera Barat.

Setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren, Abdul Wahid melanjutkan studi di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau. (*/red)

Kasus Jual Beli Gas, KPK Sita Bangunan Pabrik dan Pipa di Kota Cilegon

By On Minggu, November 02, 2025

Ilustrasi Gedung KPK. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita bangunan pabrik terkait kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT PGN dengan PT Inti Alasindo Energi (PT IAE).

Pabrik yang disita itu adalah PT BIG yang merupakan perusahaan Isargas Group.

“Penyitaan atas PT BIG dalam bentuk tanah dan bangunannya, dengan luasan bidang tanah 300 m2, dan bangunan kantor dua lantai, yang berlokasi di Kota Cilegon,” ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo, Jumat, 31 Oktober 2025.

Selain pabrik, KPK juga menyita 13 pipa milik PT BIG. Pipa tersebut diketahui menjadi agunan atas perjanjian jual beli gas antara PT PGN dengan PT IAE.

Adapun total panjang pipa yang disita tersebut mencapai 7,6 km yang berlokasi di Kota Cilegon, Banten.

“Diketahui bahwa atas aset-aset tersebut dikuasai oleh Tersangka Sdr AS (Arso Sadewo),” ujar Budi.

Menurut Budi, penyitaan itu dilakukan sejak pekan lalu dan rampung pemasangan plang sita pada 28 Oktober 2025.

“Penyitaan aset-aset tersebut sebagai upaya dalam optimalsiasi asset recovery atas kerugian keuangan negara yang timbul dari perkara ini senilai USD15 juta,” pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, KPK menahan Komisaris Utama (Komut) PT IAE, Arso Sadewo (AS). Ia ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT PGN dengan PT IAE.

Penetapan tersangka ini setelah yang bersangkutan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK. Setelah pemeriksaan, ia terlihat mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK sekaligus tangan terborgol. (*/red)

Lima Bos Perusahaan Divonis Empat Tahun Penjara di Kasus Impor Gula

By On Minggu, November 02, 2025

Lima petinggi perusahaan divonis empat tahun penjara. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan putusan terhadap lima bos perusahaan dalam kasus korupsi impor gula di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Amar putusan ini dibacakan untuk lima terdakwa yang merupakan bos perusahaan gula.

Kelima terdakwa tersebut adalah Tony Wijaya Ng (Direktur Utama PT Angels Products sejak 2003); Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur PT Makassar Tene sejak 2006); Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama sejak 2015); Hendrogiarto A. Tiwow (Kuasa Direksi PT Duta Sugar International sejak 2016); dan Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur sejak 2012).

Hakim menyatakan kelima terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan. Kelimanya dihukum menjalani penjara selama empat tahun.

“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsider empat bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, di PN Jakarta Pusat, Kamis, 30 Oktober 2025.

Hukuman yang dibacakan ini sama dengan empat terdakwa lainnya yang juga merupakan bos perusahaan gula.

Dengan demikian, sembilan terdakwa kasus korupsi dari klaster perusahaan gula seluruhnya dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

Dalam perkara ini, perbuatan para terdakwa dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.

Perkara ini pula yang sempat menyeret nama mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).

Belakangan, Tom Lembong memperoleh abolisi dari Presiden Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam perkara ini. Sementara itu, perkara para terdakwa lainnya masih terus berjalan.

Secara total, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan orang tersangka dari kalangan petinggi perusahaan. Namun, hingga saat ini baru empat yang perkaranya sudah memasuki tahap penuntutan.

Sembilan tersangka dari petinggi perusahaan gula yakni:

1. Tony Wijaya Ng selaku Direktur Utama PT Angels Products sejak 2003

2. Then Surianto Eka Prasetyo selaku Direktur PT Makassar Tene sejak 2006

3. Hansen Setiawan selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya sejak 2013 (Dituntut 13 Oktober 2025)

4. Indra Suryaningrat selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry sejak 2012 (Dituntut 13 Oktober 2025)

5. Eka Sapanca selaku Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama sejak 2015

6. Wisnu Hendraningrat selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo sejak 2015 (Dituntut 13 Oktober 2025)

7. Hendrogiarto A Tiwow selaku Kuasa Direksi PT Duta Sugar International sejak 2016

8. Hans Falita Hutama selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur sejak 2012

9. Ali Sandjaja Boedidarmo selaku Dirut PT Kebun Tebu Mas. (Dituntut 13 Oktober 2025)


(*/red)

Didunia Mafia Minyak, Nama Pandi Ambon Atau Jalaludin Semakin Nyentrik

By On Sabtu, November 01, 2025

Sebuah Mobil Truk Box Berukuran Besar Yang Sudah di Modifikasi 

Tangerang, DudukPerkara.Com – Mafia solar" adalah istilah yang merujuk pada sindikat atau individu yang terlibat dalam penyalahgunaan dan perdagangan ilegal Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di Indonesia. 


Praktik ini umumnya melibatkan penimbunan solar bersubsidi yang seharusnya untuk masyarakat dan transportasi umum, kemudian menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi (harga industri) untuk meraup keuntungan pribadi secara ilegal. 


Mereka seringkali beroperasi secara tersembunyi kini mereka sudah terang-terangan memanfaatkan celah dalam regulasi dan sistem pengawasan untuk memperkaya diri baik perorangan maupun kelompok sehingga merugikan negara, dan merugikan masyarakat Indonesia.


Berbagai cara mafia BBM subsidi solar melakukan aksinya, baik dengan cara melobi pihak SPBU, kordinasi sana-sini.


Nama Pandi ambon semakin melambung tinggi didunia minyak solar atau suka disebut "MAFIA SOLAR" Sebab sudah beberapa kali kendaraan beliau kepergok dan dilaporkan namun tampaknya Kebal Hukum.


Pada Tanggal 30/10/2025 mobil Solar milik Pandi Ambon atau Jalaludin kembali ke pergok sedang menjalankan aksinya. Mobil tersebut sedang mengisi minyak subsidi di SPBU Puspitek Serpong Tangerang Selatan, Provinsi Banten.


Supir mafia solar yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa saya hanya pekerja sebagai supir kalau yang mengelola kegiatan ini adalah Pandi Ambon atau Jalaludin," Ujar Supir


Pelanggaran Hukum: Pelaku dapat dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.


David


KPK Tetapkan Wakil Ketua DPRD OKU Sumsel Jadi Tersangka Kasus Suap Proyek

By On Kamis, Oktober 30, 2025

Ilustrasi Gedung KPK. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka baru dalam perkara suap dana Pokok Pikiran (Pokir) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel).

Penetapan tersangka itu merupakan pengembangan penyidikan.

Keempat tersangka itu terdiri dari dua anggota DPRD dan dua pihak swasta. Kabar penetapan tersangka ini dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto.

“Benar (empat tersangka baru),” ujar Fitroh kepada wartawan, Selasa, 28 Oktober 2025.

Keempat tersangka itu di antaranya Parwanto (Wakil Ketua DPRD OKU periode 2024-2029), Robi Vitergo (Anggota DPRD OKU periode 2024-2029), Ahmad Thoha (swasta) dan Meindra SB (swasta).

Mereka yang ditetapkan tersangka pernah menjalani pemeriksaan terkait perkara ini. Saat itu statusnya masih saksi.

Sebelumnya, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dari hasil operasi tangkap tangan (OTT). Empat di antaranya kini menjadi terdakwa dan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Palembang.

Sementara, dua kontraktor pemberi suap yakni M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso telah divonis bersalah dalam perkara ini. (*/red)

Pegawai Pemkab Sidoarjo yang Terlibat Pesta Seks Terancam Diberhentikan Tidak Terhormat

By On Kamis, Oktober 30, 2025

Bupati Sidoarjo, Subandi. 

SIDOARJO, DudukPerkara.News – Oknum staf berinisial MB yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), terancam diberhentikan tidak terhormat.

MB ditetapkan tersangka dan ditahan Polrestabes Surabaya bersama 33 orang lainnya usai terlibat pesta seks sesama jenis di salah satu hotel di Surabaya.

Dalam enam bulan terakhir, MB sehari-hari bekerja sebagai Staf di Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Sidoarjo.

Bupati Sidoarjo, Subandi mengatakan, tindakan MB mencoreng citra Aparatur Sipil Negara (ASN) sekaligus norma dan aturan kepegawaian.

Oleh sebab itu, kata Subandi, pihaknya akan memberhentikan oknum tersebut dari status kepegawaiannya.

“Tentu karena ini melanggar aturan ASN, yang bersangkutan akan diberhentikan,” kata Subandi usai menyerahkan SK PPPK Tahap II, Selasa, 28 Oktober 2025.

Namun, Pemkab Sidoarjo lebih dulu akan memberikan kesempatan bagi MB mengundurkan diri sebelum dia dikenakan sanksi lebih berat.

“Langkah terbaik adalah mengundurkan diri agar dia masih bisa menjaga martabatnya sebagai seorang P3K,” ujarnya.

“Jika tidak, maka diberhentikan dengan tidak hormat,” imbuhnya.

Surat Keputusan untuk mengundurkan diri atau akan dikenakan sanksi administratif telah dikirim Pemkab kepada MB.

Subandi berharap, MB dapat memilih nasibnya secara bijak.

“Kami ingin dia keluar secara terhormat. Harapan kami seperti itu,” sambungnya.

Diketahui sebelumnya, 34 pria menggelar pesta seks bertajuk “Siwalan Party” pada Minggu, 19 Oktober 2025, dengan motif mencari kesenangan.

Pesta tersebut sudah digelar sebanyak delapan kali.

Mereka yang ditetapkan tersangka kasus pesta seks sesama jenis memiliki peran masing-masing; pemodal, admin, dan peserta.

Tersangka pemodal dijerat dengan Pasal 33 jo Pasal 7 UU RI No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 296 KUHP.

Tersangka admin utama dijerat Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) UU RI nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi dan atau pasal 296 KUHP.

Sementara admin dijerat Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat 1 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Lalu 25 peserta yang terlibat pesta seks itu terancam Pasal 36 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. (*/red)

Vonis Nikita Mirzani Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa, Ini Respons Kejagung

By On Kamis, Oktober 30, 2025

Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Anang Supriatna merespons mengenai vonis penjara Nikita Mirzani yang lebih rendah dari tuntutan.

Diketahui, Nikita divonis empat tahun penjara dalam kasus pemerasan, lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mencapai 11 tahun.

“Saya baru dengar katanya sudah diputus ya, terbukti vonis empat tahun. Pasal yang terbukti Pasal pemerasan juncto Pasal pencemaran kan, Undang-Undang ITE Pasal 25, 45 kalau enggak salah. Dan TPPU-nya tidak terbukti,” ujar Anang di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Oktober 2025.

“Kita tuntut kan 11 tahun penuntut umum, ya kita menghormati prinsipnya putusan yang ditetapkan oleh Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” imbuhnya.

Menurut Anang, JPU masih memiliki waktu untuk berpikir.

Dia menyebut, mereka belum memutuskan apakah akan menerima vonis Nikita itu atau akan melakukan upaya hukum lain.

“Penuntut umum menyatakan pikir-pikir dulu dalam waktu batas waktu, sesuai ketentuan tujuh hari untuk menyatakan kalau itu banding atau tidak,” ujar Anang.

Diketahui sebelumnya, artis Nikita Mirzani divonis empat tahun penjara atas kasus dugaan pemerasan terhadap pengusaha skincare sekaligus dokter Reza Gladys.

Vonis tersebut dibacakan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 28 Oktober 2025.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Nikita Mirzani) oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda sejumlah Rp 1 miliar," kata Hakim Ketua Kairul Soleh.

“Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” ujarnya.

Nikita Mirzani dinilai terbukti melakukan pemerasan terhadap Reza Gladys. Sementara, Majelis Hakim menyatakan Nikita Mirzani tidak terbukti melakukan pencucian uang sebagaimana tuntutan Jaksa.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut Nikita dengan hukuman 11 tahun penjara. Saat itu, jaksa menilai Nikita tidak kooperatif dan berbelit-belit selama proses persidangan. (*/red)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *