Berita Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.
Soal Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Ketua KPU: Pemilu Serentak Bikin Kerja Ekstra

By On Sabtu, Juni 28, 2025

Ilustrasi Pemungutan Suara Ulang (PSU). 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI), Mochammad Afifuddin menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta Pemilu Nasional dan Daerah digelar terpisah.

Menurut Afif, skema Pemilu Serentak membuat penyelenggara harus bekerja ekstra.

“Memang tahapan yang beririsan. Bahkan bersamaan secara teknis lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra,” kata Afif kepada wartawan, Jumat, 27 Juni 2025.

Namun demikian, Afif tetap menghormati putusan MK.

Afif mengatakan, pihaknya akan mempelajari putusan tersebut.

“Kami menghormati putusan MK dan akan mempelajari secara detail putusan MK tersebut,” ujarnya.

Diketahui sebelumnya, MK memutuskan memisahkan Pemilu Nasional dengan Pemilu Daerah atau Lokal.

MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama dua tahun enam bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai,” kata Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Kamis, 26 Juni 2025.

“Pememilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua  tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden,” imbuhnya. (*/red)

KPK Tangkap Enam Orang dalam OTT di Mandailing Natal Sumut

By On Sabtu, Juni 28, 2025

Jubir KPK, Budi Prasetyo. 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara (Sumut), Jumat, 27 Juni 2025.

Dalam OTT kali ini, KPK menangkap enam orang.

“KPK telah mengamankan enam orang,” ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo.

Budi mengatakan, keenam orang itu akan langsung diterbangkan ke Jakarta. Mereka akan menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK.

Namun Budi belum menjelaskan kasus yang membuat mereka ditangkap.

“Malam ini sedang dibawa ke Gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.

Budi juga belum merinci pihak-pihak mana saja yang ditangkap. Konstruksi perkara menurutnya bakal diumumkan dalam waktu dekat. (*/red)

Kombes Bermen J.P Sianturi Resmi Tutup Bimtek Sistem Manajemen Pengamanan Obvitnas di Bali

By On Sabtu, Juni 28, 2025


BALI, DudukPerkara.News – Dirpamobvit Korsabhara Baharkam Polri Brigjend Pol Suhendri diwakili Kasubdit Audit Kombes Pol Bermen J.P Sianturi secara resmi menutup kegiatan Bimbingan Tekhnis (Bimtek) Implementasi Sistem Manajemen Pengamanan (SMP) Obvitnas, di DCC dan Server SCADA, UP2D, dan UID Bali, di Ruang Badung Prime Plaza Hotel, Jumat, 27 Juni 2025.

Turut hadir, AKBP Khairul Aji Wijayatsi, Sutrisno Dewo Gonomurti, Sukarto Anggota Widyatno, Rahmat (Pendamping PLN Pusat), Petrus Irwan (Manager UP2D Bali), I Made Ariana (Manajer K3L UID Bali), Tim Managemen UP2D dan UID Bali, Tim BUJP PT KDA dan Tim SMP UP2D Bali.

Kombes Pol Bermen J.P. Sianturi menyampaikan, kegiatan Bimtek implementasi atau Bimtek ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan dalam melaksanakan SMP pada Obvitnas di jajaran PLN mulai tingkat pusat hingga daerah.

“Ini merupakan komitmen dan kebijakan pimpinan pusat PLN sebagai bentuk tanggung jawab sebagai pengelola obvitnas,” ucapnya.

“Alhamdulillah kegiatan Bimtek penerapan SMP berjalan lancar. Kegiatan ini terlaksana sesuai rencana kegiatan yang sudah ada dan nilai akhir sebesar 72,43,” sambungnya.

“Saya berharap, hasil Bimtek ini dapat diterapkan dengan baik, sesuai Perpol No 7 Tahun 2019, sehingga semua departemen dalam jajaran manajemen di DCCC & Server SCADA Bali, UP2D - UID Bali dapat menerapkan dengan benar dan bisa dirasakan oleh semua karyawan dan berdampak positif bagi pengelolaan obvitnas,” tutupnya. (*/red)

Soal Memo Titipan Siswa di Cilegon, Ini Kata Wakil Ketua DPRD Banten Budi Prajogo

By On Sabtu, Juni 28, 2025


SERANG, DudukPerkara.News – Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo angkat bicara terkait pemberitaan memo bertandatangan dan foto dirinya yang menitipkan seorang siswa pada Seleksi Penerimaan Siswa Baru (SPMB) di salah satu SMA Negeri Kota Cilegon.

Budi mengatakan, memo tersebut dibuat oleh salah satu staf di DPRD Banten. Ia mengaku diminta untuk tandatangan oleh staf dengan alasan membantu siswa kurang mampu pada SPMB 2025/2026. 

Mendengar cerita dari staf tentang kondisi keluarga dari siswa tersebut, Budi pun mengiyakan. 

“Staf datang ke saya minta tanda tangan saja, sementara stempel dan foto itu staf yang lakuin. Saya tidak tau soal stempel itu, dan saya juga tidak kenal dengan siswa maupun keluarganya, hanya dengar dari staf saja,” kata Budi, Sabtu 28 Juni 2025.

Namun, dirinya hanya membantu alakadarnya saja, tanpa adanya intervensi maupun komunikasi secara langsung dengan pihak sekolah.

“Adapun diterima tidaknya, saya serahkan semua kepada pihak sekolah tanpa ada intervensi apapun,” ucapnya.

Diketahui, nama siswa yang berada di memo Budi itu tidak masuk dalam SPMB 2025/2026 di sekolah yang dituju. Siswa itu tergeser oleh siswa lainnya pada mekanisme jalur domisili pada SPMB tersebut yang memerhatikan nilai raport dari para siswa.

Meskipun demikian, Budi mengakui jika hal yang dilakukannya merupakan sebuah kesalahan.

Ia pun mengaku menyesal, dan akan menjadikan kegaduhan ini sebagai bahan pembelajaran.

“Saya meminta maaf kepada seluruh pihak atas kegaduhan ini,” pungkasnya. (*/red)

MA Putuskan Pemerintah Tidak Boleh Ekspor Pasir Laut

By On Jumat, Juni 27, 2025


JAKARTA, DudukPerkara.News – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.

Dampak dari dikabulkannya permohonan itu, pemerintah tidak boleh melakukan ekspor pasir laut.

MA menilai, pemerintah abai terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir lewat perizinan ekspor pasir laut yang dibolehkan dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

MA juga menilai, kebijakan ekspor pasir laut dalam PP 26/2023 merupakan bentuk keterburu-buruan dari pemerintah, tanpa mempertimbangkan kehati-hatian.

“Karenanya kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut tersebut dapat dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan ketentuan Pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014,” tulir amar putusan MA Nomor 5/P/HUM/2025, seperti dikutip, Kamis, 26 Juni 2025.

PP 26/2023 disebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang secara hierarki lebih tinggi kedudukan hukumnya.

Majelis Hakim juga menilai, PP 26/2023 terbentuk bukan berdasarkan perintah undang-undang atau tidak diperintahkan secara eksplisit oleh undang-undang, melainkan hanya berdasarkan kebutuhan praktik di lapangan.

Akibat pembentukan PP yang hanya berdasarkan kebutuhan praktik di lapangan, ekspor pasir laut justru berpotensi merusak ekosistem laut.

Pesisir utara Pulau Jawa yang mulai tenggelam akibat naiknya air laut dan abrasi menjadi salah satu yang dicontohkan MA terkait kerusakan ekosistem pesisir.

Jika kerusakan terjadi, pemerintah justru melanggar tanggung jawab perlindungan lingkungan pesisir yang diatur dalam Pasal 56 UU Kelautan.

MA menjelaskan, Pasal 56 UU Kelautan mengatur ihwal penanganan kerusakan lingkungan laut melalui pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan laut dari setiap pencemaran laut.

“Pengaturan dalam objek permohonan yang melegalkan penambangan pasir laut justru bertolak belakang dengan maksud ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023,” tulis MA.

Dalam amar putusannya, MA memerintahkan Presiden sebagai pihak termohon untuk mencabut Pasal-pasal yang dinyatakan bertentangan dalam PP 26/2023.

MA juga menyatakan, Pasal-pasal tersebut tidak berlaku untuk umum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Adapun gugatan uji materi ini diajukan oleh Muhammad Taufiq, seorang dosen, yang menilai bahwa PP 26/2023 melanggar prinsip perlindungan laut serta bertentangan dengan berbagai peraturan sebelumnya.

Taufiq menyebut, sejak tahun 2002 pemerintah telah secara tegas melarang ekspor pasir laut, dimulai dari Inpres Nomor 2 Tahun 2002, Keppres Nomor 33 Tahun 2002, hingga Permendag Nomor 02/M-DAG/PER/1/2007 yang terbit pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (*/red)

Soal Tak Daftar Caketum PSI, Jokowi: Lebih Baik yang Muda Saja

By On Jumat, Juni 27, 2025

Presiden ke 7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

JAKARTA, DudukPerkara.News – Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) tidak jadi mendaftar sebagai Calon Ketua Umum (Caketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Menurut Jokowi, generasi muda lebih baik memimpin PSI.

“Saya kira lebih baik yang muda-muda saja,” kata Jokowi kepada wartawan di kediamannya, Solo, Jawa Tengah (Jateng), Kamis, 26 Juni 2025.

Jokowi menampik hal itu untuk memuluskan puteranya Kaesang Pangarep agar terpilih kembali. Namun semua kandidat memiliki peluang untuk terpilih. Jokowi mengaku memberi restu untuk semua kandidat, tak hanya Kaesang. 

"Ke semua kandidat, saya kira baik-baik semua, muda-muda semua," tuturnya. 

Jokowi enggan menjawab dan hanya tertawa ketika ditanya mengenai kemungkinan untuk masuk ke partai lainnya.

Sebelumnya, Kaesang Pangarep memastikan sang ayah yang juga Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) tidak maju sebagai calon Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Diketahui, isu Jokowi maju sebagai Caketum sudah menjadi perbincangan belakangan ini.

Kepastian ini disampaikan Kaesang usai mendaftarkan dirinya sebagai Caketum PSI. Kaesang mengatakan, keputusannya maju kembali sebagai Ketum PSI sudah dikomunikasikan dengan Jokowi di Solo selama sepekan terakhir ini.

"Saya sudah berkomunikasi dengan beliau, saya sudah satu minggu ini di Solo," kata Kaesang usai mendaftar sebagai Caketum PSI, di kantor DPP, Jakarta Pusat, Sabtu 21 Juni 2025. (*/red)

MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Pileg DPRD Bareng Pilkada

By On Jumat, Juni 27, 2025


JAKARTA, DudukPerkara.News – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal.

MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama dua tahun enam bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

Pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden.

Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota dilakukan bersamaan dengan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada).

Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Wakil Ketua MK, Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk Undang-Undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.

MK, lanjutnya, melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua Undang-Undang yang terkait dengan Pemilu.

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan Pemilihan Umum, termasuk Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” kata Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

Saldi juga menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.

Namun, MK mengusulkan Pilkada dan Pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan Presiden/Wakil Presiden.

“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota,” ujar Saldi.

MK dalam pertimbangannya juga menjelaskan, persoalan daerah cenderung tenggelam jika pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota digabung dengan pemilihan nasional yang memilih Presiden-Wakil Presiden dan DPR.

Hal ini disebabkan oleh partai politik, kontestan, hingga pemilih yang lebih fokus terhadap Pemilihan Presiden dan anggota DPR.

“Masalah pembangunan di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam Pemilihan Umum anggota DPR, anggota DPD, dan Presiden/Wakil Presiden,” ujar Saldi.

Sedangkan dari sisi pemilih, MK menilai waktu pelaksanaan Pemilu Nasional dan Daerah yang berdekatan berpotensi membuat masyarakat jenuh dan tidak fokus.

Hal ini disebabkan oleh pemilih yang harus mencoblos lima jenis kertas suara dalam satu waktu, mulai dari Presiden-Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”.

“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Untuk diketahui, pemohon dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah Perludem yang mengujikan Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada. (*/red)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *